Mobil Hibrida Rekayasa Indonesia, Seharga Rp 50 Juta

Pada acara Eco Products International Fair, yang berlangsung dari 4–7 Maret lalu, ternyata ada hal yang cukup menarik di bidang otomotif tetapi kurang mendapatkan perhatian, yaitu mobil ramah lingkungan karya putra-putri bangsa Indonesia. Keduanya, mobil hibrida dan listrik di stan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).


Kedua mobil tersebut kurang begitu menarik perhatian karena salah satunya adalah Kijang Super keluaran awal 1990-an, dan satu lagi hatchback kecil. Hanya saja, tulisan di samping mobil itu cukup menarik bagi orang-orang tertentu. Pada Kijang Super ditulis “The 1st Electric Car Conversion”. Sedangkan satu lagi “The 1st Hybrid Elecric Vehicle”. Menariknya lagi, mobil hibrida ini kalau dibikin secara massal, ongkos produksinya diperkirakan Rp 50 juta.

Kedua mobil ditemui secara kebetulan karena sebagian wartawan menunggu acara pengumuman pemenang Toyota Eco Youth dengan panggung berada di depan stan LIPI. Bila tidak, bisa saja terlewatkan.

Berdasarkan keterangan Humas LIPI yang bertugas saat itu, Mustari, kedua mobil ini direkayasa oleh LIPI Bandung, yang menangani masalah instrumentasi dan mekatronika.

Tipe seri
Tentu saja menarik, di saat mobil hibrida lagi nge-tren di dunia saat ini, muncul karya asli buatan Indonesia. Sebuah hatchback kompak dengan penampilan secukupnya. Sayang, ketika diminta detail dimensinya, Mustari mengaku tidak mempunyai.

Hanya dijelaskan, mobil ini dilengkapi dengan generator dengan mesin 160 cc di belakang, sedangkan baterai di depan. Fungsi mesin untuk mengisi baterai. Selanjutnya mobil dijalankan oleh baterai. Tepatnya, mobil hibrida yang dicoba diteliti oleh LIPI adalah tipe seri. Artinya, mobil digerakkan oleh motor listrik.

Dari spesifikasi sumber penggerak dijelaskan, mobil ini menggunakan motor listrik 2-fasa dengan tegangan 72 volt, arus AC. Tenaga maksimum yang bisa dihasilkan 43 PS pada putaran 7.500 rpm. Sedangkan torsi 129 Nm. Sistem kontrol 72 volt/550 ampere.

Untuk baterai, memang bukan lithium-ion. Namun, paketnya adalah 72 volt/220 Ah. Mobil dilengkapi dengan charger 72V/25 ampere. Menurut Mustari, kemampuan mobil ini untuk dikebut 70 km/jam.

Interior mobil ini sangat sederhana dan tampaknya dikerjakan oleh mereka yang bukan ahli di bidangnya. Ini bisa dilihat dari jahitan trim interior, baik jok, setir, dan dashboard. Bahkan ketika pintu coba dibuka-tutup, tidak seperti kondisi mobil yang dijual di pasaran.

Menurut Mustari, mobil hibrida yang dikerjakan dengan trail and error menghabiskan dana Rp 200 juta. “Kalau dibikin secara massal, harganya bisa Rp 50 juta, seperempat harga penelitian,” jelasnya. Kondisinya tanpa AC dan perlengkapan hiburan serta kemudahan pengemudi atau penumpang lainnya.

Dijelaskan pula, mobil ini mulai dikerjakan LIPI sejak tahun lalu dan lebih diutamakan untuk mendalami sistem penggeraknya. “Kita coba memamerkan, siapa tahu ada perusahaan yang ingin memanfaatkan, melakukan investasi membuat mobil hibrida rekayasa ahli kita,” jelas Mustari.

Baterai
Achmad Rizal, Marcomm PT TAM, insinyur lulusan ITB, ketika diminta komentar tentang mobil hibrida dan listrik LIPI ini mengatakan, secara pribadi pengembangan yang dilakukan oleh LIPI ini kurang pas. “Kalau mau mengembangkan teknologi, coba bikin baterai. Pengembangan yang banyak dilakukan perusahaan sekarang ini fokus pada baterai,” tegasnya.

Dijelaskan, komponen seperti motor listrik, sistem kontrol (elektronik), dan lainnya tidak menjadi masalah. "Coba kalau dibikin baterai yang bisa diisi dengan cepat, ringan, dan kemampuan menyimpan energi tinggi, dipastikan akan dicari bukan hanya oleh produsen mobil, juga oleh gadget elekronik,” komentar Rizal.

TopOfBlogs My Zimbio